Potongan Gaji karena Telat: Apakah Diperbolehkan?

Kehadiran tepat waktu merupakan salah satu faktor penting dalam profesionalisme di dunia kerja. Keterlambatan, meskipun terkadang tak terhindarkan, dapat mengganggu produktivitas dan operasional perusahaan. Sebagai konsekuensinya, beberapa perusahaan menerapkan kebijakan pemotongan gaji bagi karyawan yang terlambat. Namun, pertanyaannya, apakah praktik pemotongan gaji karena telat diperbolehkan?

Secara hukum, regulasi mengenai pemotongan gaji karena keterlambatan diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang-undang ini tidak secara eksplisit melarang pemotongan gaji, tetapi menekankan pentingnya kesepakatan antara pekerja dan pengusaha. Artinya, pemotongan gaji diperbolehkan jika telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama (PKB). Kesepakatan ini harus jelas, tertulis, dan diketahui oleh kedua pihak.

Perjanjian kerja, PKB, atau peraturan perusahaan harus memuat detail mengenai mekanisme pemotongan gaji. Informasi yang perlu dicantumkan antara lain besar potongan gaji per menit atau jam keterlambatan, batas toleransi keterlambatan, serta prosedur pengajuan keberatan jika karyawan merasa pemotongan tidak sesuai. Transparansi dan keadilan merupakan kunci dalam penerapan kebijakan ini.

Jika perusahaan tidak memiliki aturan tertulis mengenai pemotongan gaji, maka pemotongan gaji secara sepihak dapat dianggap melanggar hukum. Karyawan yang merasa dirugikan dapat mengajukan keberatan kepada perusahaan, bahkan menempuh jalur hukum jika mediasi internal tidak membuahkan hasil. Lembaga seperti Dinas Tenaga Kerja dapat menjadi mediator dalam penyelesaian sengketa.

Penting bagi perusahaan untuk mempertimbangkan aspek keadilan dan proporsionalitas dalam menerapkan sanksi keterlambatan. Pemotongan gaji yang terlalu besar dapat dianggap merugikan karyawan, terutama jika keterlambatan disebabkan oleh faktor-faktor di luar kendali karyawan, seperti bencana alam atau kecelakaan lalu lintas. Perusahaan sebaiknya mengedepankan pendekatan yang humanis dan mempertimbangkan setiap kasus secara individual.

Selain pemotongan gaji, perusahaan dapat mempertimbangkan alternatif sanksi lain yang lebih konstruktif, seperti pemberian teguran lisan atau tertulis, penugasan tambahan, atau penundaan promosi. Sanksi yang diterapkan sebaiknya bertujuan untuk mendisiplinkan karyawan dan mencegah keterlambatan di masa mendatang, bukan semata-mata sebagai bentuk hukuman.

Dari sisi karyawan, penting untuk memahami hak dan kewajiban yang tertuang dalam perjanjian kerja atau PKB. Jika terdapat ketidakjelasan mengenai kebijakan pemotongan gaji, sebaiknya segera dikomunikasikan dengan pihak perusahaan untuk menghindari kesalahpahaman di kemudian hari. Ketepatan waktu merupakan tanggung jawab setiap karyawan, dan upaya untuk datang tepat waktu harus selalu diprioritaskan.

Kesimpulannya, pemotongan gaji karena telat diperbolehkan asalkan telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau PKB dan diketahui oleh kedua belah pihak. Keadilan, transparansi, dan proporsionalitas harus menjadi prinsip utama dalam penerapan kebijakan ini. Baik perusahaan maupun karyawan perlu memahami hak dan kewajiban masing-masing untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis dan produktif. Kata kunci yang relevan dengan topik ini meliputi: potongan gaji, keterlambatan, hukum ketenagakerjaan, perjanjian kerja, PKB, peraturan perusahaan, sanksi, disiplin kerja, hak karyawan, kewajiban karyawan, hubungan industrial.

Scroll to Top