Dalam dunia kerja, kedisiplinan waktu merupakan salah satu aspek penting yang menunjang produktivitas dan efisiensi. Keterlambatan, sebagai pelanggaran terhadap kedisiplinan ini, seringkali menjadi perhatian perusahaan. Salah satu bentuk sanksi yang umum diterapkan adalah pemotongan gaji. Namun, pertanyaan yang sering muncul adalah: apakah pemotongan gaji karena keterlambatan harus selalu sesuai dengan perjanjian kerja? Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai hal tersebut, mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Landasan Hukum Pemotongan Gaji
Secara umum, pemotongan gaji diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan pelaksanaannya. Pasal 58 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menyatakan bahwa pengusaha tidak boleh melakukan pemotongan upah pekerja/buruh untuk membayar denda atau ganti rugi, kecuali jika hal tersebut diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Hal ini mengindikasikan bahwa pemotongan gaji sebagai sanksi atas keterlambatan memerlukan dasar hukum yang jelas dan disepakati bersama. Tanpa adanya pengaturan yang tertulis dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan (PP), atau perjanjian kerja bersama (PKB), perusahaan tidak memiliki dasar yang kuat untuk melakukan pemotongan gaji.
Perjanjian Kerja Sebagai Dasar Pemotongan Gaji
Perjanjian kerja merupakan kesepakatan antara pekerja dan pengusaha yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak. Jika dalam perjanjian kerja secara eksplisit disebutkan mengenai pemotongan gaji sebagai sanksi atas keterlambatan, lengkap dengan mekanisme dan besaran potongan yang jelas, maka pemotongan gaji tersebut dapat dibenarkan.
Namun, penting untuk dicatat bahwa perjanjian kerja tersebut harus dibuat secara sukarela oleh kedua belah pihak, tanpa adanya paksaan atau tekanan. Klausul mengenai pemotongan gaji juga harus adil dan proporsional, tidak memberatkan pekerja secara berlebihan.
Peraturan Perusahaan (PP) dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
Selain perjanjian kerja, perusahaan juga dapat mengatur sanksi pemotongan gaji karena keterlambatan melalui Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB). PP dibuat oleh perusahaan, namun harus mendapatkan pengesahan dari instansi yang berwenang. PKB merupakan hasil negosiasi antara perusahaan dan serikat pekerja.
Sama halnya dengan perjanjian kerja, PP dan PKB harus memuat ketentuan yang jelas mengenai mekanisme dan besaran pemotongan gaji akibat keterlambatan. Ketentuan tersebut juga harus adil dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Besaran Pemotongan Gaji yang Wajar
Meskipun diatur dalam perjanjian kerja, PP, atau PKB, besaran pemotongan gaji akibat keterlambatan juga harus mempertimbangkan asas kepatutan dan kewajaran. Undang-undang tidak secara spesifik mengatur persentase maksimal pemotongan gaji untuk keterlambatan. Namun, pemotongan yang terlalu besar dan tidak proporsional dapat dianggap melanggar hak pekerja.
Sebagai contoh, pemotongan gaji sebesar 50% untuk keterlambatan 5 menit tentu tidak masuk akal dan dapat dipermasalahkan. Sebaiknya, perusahaan menerapkan sistem pemotongan yang berjenjang, dengan mempertimbangkan frekuensi dan durasi keterlambatan.
Alternatif Sanksi Selain Pemotongan Gaji
Selain pemotongan gaji, perusahaan juga dapat menerapkan sanksi lain yang lebih konstruktif dan tidak memberatkan pekerja secara finansial. Beberapa alternatif sanksi yang dapat dipertimbangkan antara lain:
- Teguran lisan atau tertulis
- Peringatan
- Pelatihan atau pembinaan
- Penundaan promosi atau kenaikan gaji
Pentingnya Dokumentasi dan Transparansi
Apapun sanksi yang diterapkan, perusahaan wajib mendokumentasikannya secara baik dan transparan. Pekerja berhak mengetahui alasan mengapa mereka dikenakan sanksi dan bagaimana mekanisme perhitungan pemotongan gaji (jika ada). Dokumentasi yang lengkap dan transparan dapat mencegah terjadinya perselisihan antara perusahaan dan pekerja.
Pemanfaatan Teknologi untuk Pengelolaan Absensi
Untuk menghindari kesalahan dan memastikan perhitungan yang akurat, perusahaan sebaiknya memanfaatkan teknologi dalam pengelolaan absensi. Penggunaan aplikasi penggajian yang terintegrasi dengan sistem absensi dapat membantu perusahaan memantau kehadiran karyawan secara real-time dan menghitung potongan gaji secara otomatis sesuai dengan aturan yang berlaku. Tentunya, sistem penggajian dari software house terbaik akan menjamin keamanan dan keakuratan data.
Kesimpulan
Pemotongan gaji karena keterlambatan sah dilakukan jika diatur secara jelas dalam perjanjian kerja, PP, atau PKB. Ketentuan tersebut harus dibuat secara sukarela, adil, dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Besaran pemotongan gaji juga harus wajar dan proporsional. Perusahaan sebaiknya mempertimbangkan alternatif sanksi lain yang lebih konstruktif dan memanfaatkan teknologi untuk pengelolaan absensi yang lebih efektif. Transparansi dan dokumentasi yang baik merupakan kunci untuk mencegah terjadinya perselisihan antara perusahaan dan pekerja.