Sebagai seorang profesional HR, mengelola administrasi karyawan adalah tugas pokok yang tidak bisa diabaikan. Salah satu aspek krusial dalam administrasi tersebut adalah pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21). Bagi karyawan baru, pemahaman mengenai PPh 21 mungkin masih minim, sehingga HR memiliki peran penting untuk memberikan panduan yang jelas dan akurat.
Memahami Dasar Hukum dan Peraturan Terkait
Sebelum membahas lebih lanjut, penting untuk memahami dasar hukum yang mengatur PPh 21. Di Indonesia, aturan mengenai PPh 21 diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan dan peraturan turunannya yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Peraturan ini seringkali mengalami perubahan, sehingga HR perlu memastikan selalu mengikuti perkembangan terbaru. Dengan memahami dasar hukum yang kuat, HR dapat memastikan bahwa perhitungan dan pelaporan PPh 21 dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Identifikasi Status Karyawan dan Penghasilan
Langkah pertama dalam pemotongan PPh 21 karyawan baru adalah mengidentifikasi status karyawan dan jenis penghasilan yang diterima. Status karyawan memengaruhi tarif PPh 21 yang dikenakan. Status ini meliputi status perkawinan, jumlah tanggungan keluarga, dan apakah karyawan tersebut memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Jenis penghasilan juga perlu diidentifikasi dengan cermat. Penghasilan yang dikenakan PPh 21 meliputi gaji pokok, tunjangan, honorarium, upah lembur, dan penghasilan lain yang diterima karyawan sebagai imbalan atas pekerjaan yang dilakukan. Penghasilan tidak teratur seperti bonus atau tantiem juga harus diperhitungkan dalam perhitungan PPh 21.
Menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Setelah status karyawan dan jenis penghasilan diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP dihitung dengan mengurangkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari penghasilan bruto. PTKP adalah batasan penghasilan yang tidak dikenakan pajak. Besaran PTKP berbeda-beda tergantung pada status perkawinan dan jumlah tanggungan keluarga.
Contohnya, untuk tahun 2024, PTKP untuk wajib pajak orang pribadi adalah sebesar Rp 54.000.000. Jika karyawan berstatus belum menikah dan tidak memiliki tanggungan, maka PTKP-nya adalah Rp 54.000.000. Jika karyawan sudah menikah dan memiliki satu anak, maka PTKP-nya akan lebih besar.
Menghitung PPh 21 Terutang
Setelah PKP dihitung, PPh 21 terutang dapat dihitung dengan menggunakan tarif PPh 21 yang berlaku. Tarif PPh 21 menggunakan sistem tarif progresif, yang berarti semakin besar PKP, semakin tinggi tarif pajaknya.
Berikut adalah lapisan tarif PPh 21 yang berlaku saat ini:
- 0% untuk PKP sampai dengan Rp 60.000.000
- 15% untuk PKP di atas Rp 60.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000
- 25% untuk PKP di atas Rp 250.000.000 sampai dengan Rp 500.000.000
- 30% untuk PKP di atas Rp 500.000.000 sampai dengan Rp 5.000.000.000
- 35% untuk PKP di atas Rp 5.000.000.000
Perlu diingat, apabila karyawan tidak memiliki NPWP, maka tarif PPh 21 yang dikenakan akan lebih tinggi 20% dibandingkan tarif normal.
Implementasi Sistem dan Pelaporan yang Efisien
Untuk mempermudah proses perhitungan dan pelaporan PPh 21, perusahaan dapat memanfaatkan teknologi. Saat ini, banyak tersedia aplikasi penggajian yang dapat membantu menghitung PPh 21 secara otomatis. Dengan menggunakan aplikasi penggajian, HR dapat menghemat waktu dan mengurangi risiko kesalahan dalam perhitungan. Aplikasi tersebut biasanya juga dilengkapi dengan fitur untuk membuat laporan PPh 21 yang sesuai dengan format yang ditentukan oleh DJP.
Selain itu, penting juga untuk memiliki sistem pelaporan yang efisien. Pastikan laporan PPh 21 disampaikan tepat waktu dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Keterlambatan atau kesalahan dalam pelaporan dapat mengakibatkan sanksi administrasi dari DJP.
Untuk memastikan sistem yang efisien dan terintegrasi, perusahaan bisa mempertimbangkan bekerja sama dengan software house terbaik seperti Phisoft. Dengan bantuan mereka, perusahaan dapat memiliki sistem yang sesuai dengan kebutuhan spesifik mereka.
Komunikasi dan Edukasi Karyawan
Terakhir, jangan lupakan pentingnya komunikasi dan edukasi kepada karyawan. Jelaskan kepada karyawan baru mengenai PPh 21, bagaimana perhitungan dilakukan, dan bagaimana pajak tersebut akan dilaporkan. Berikan kesempatan kepada karyawan untuk bertanya jika ada hal yang kurang jelas. Dengan memberikan pemahaman yang baik kepada karyawan, HR dapat membangun kepercayaan dan mengurangi potensi konflik terkait pajak.
Dengan mengikuti panduan ini, HR dapat memastikan bahwa pemotongan PPh 21 karyawan baru dilakukan dengan benar dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini akan membantu perusahaan terhindar dari sanksi administrasi dan membangun hubungan yang baik dengan karyawan.