Kerusakan inventaris di tempat kerja merupakan hal yang tak bisa sepenuhnya dihindari. Terkadang, kecelakaan terjadi, kesalahan manusia tak dapat dielakkan, atau bahkan faktor eksternal seperti bencana alam turut berkontribusi. Namun, ketika kerusakan terjadi, pertanyaan yang sering muncul adalah apakah perusahaan diperbolehkan memotong gaji karyawan untuk mengganti kerugian tersebut? Jawabannya tidak sesederhana ya atau tidak, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan.
Peraturan perundang-undangan di Indonesia, khususnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, memberikan perlindungan kepada pekerja dari pemotongan upah yang sewenang-wenang. Pasal 95 ayat (2) UU Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa pengusaha tidak diperbolehkan memotong upah pekerja. Namun, terdapat beberapa pengecualian yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, seperti denda, ganti rugi, dan potongan upah yang disepakati dalam perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perusahaan.
Potongan gaji karena kerusakan inventaris dapat dibenarkan jika telah disepakati dalam perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perusahaan. Kesepakatan ini harus dibuat secara tertulis, jelas, dan tidak merugikan pekerja. Perjanjian tersebut harus memuat ketentuan mengenai jenis kerusakan, nilai ganti rugi, dan mekanisme pemotongan gaji. Transparansi dan kesepakatan bersama menjadi kunci utama dalam hal ini.
Namun, jika kerusakan terjadi bukan karena kesengajaan atau kelalaian berat dari pekerja, pemotongan gaji menjadi hal yang patut dipertanyakan. Misalnya, kerusakan akibat bencana alam atau faktor eksternal lainnya, pekerja tidak dapat dibebankan tanggung jawab sepenuhnya. Perusahaan perlu melakukan investigasi menyeluruh untuk menentukan penyebab kerusakan dan menilai tingkat kesalahan pekerja.
Penting untuk diingat bahwa kelalaian ringan tidak bisa serta merta menjadi dasar pemotongan gaji. Perusahaan harus memiliki bukti yang kuat dan prosedur yang jelas dalam menangani kasus kerusakan inventaris. Pemotongan gaji harus menjadi langkah terakhir setelah upaya-upaya lain, seperti teguran lisan atau tertulis, telah dilakukan.
Selain itu, besaran potongan gaji juga harus proporsional dengan tingkat kesalahan dan kerugian yang diderita perusahaan. Pemotongan gaji yang berlebihan dan tidak sesuai dengan kerugian yang dialami perusahaan dapat dianggap sebagai tindakan sewenang-wenang.
Bagaimana jika perusahaan tetap memotong gaji tanpa dasar hukum yang jelas? Pekerja memiliki hak untuk mengajukan keberatan kepada perusahaan dan mencari jalur penyelesaian perselisihan industrial, seperti mediasi, konsiliasi, atau arbitrase. Pekerja juga dapat melaporkan tindakan perusahaan kepada Dinas Ketenagakerjaan setempat.
Kata kunci yang relevan dengan topik ini antara lain: potongan gaji, kerusakan inventaris, UU Ketenagakerjaan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, ganti rugi, kelalaian, hak pekerja, perselisihan industrial, Dinas Ketenagakerjaan.
Sebagai kesimpulan, pemotongan gaji karena kerusakan inventaris diperbolehkan dalam kondisi tertentu, yaitu jika telah disepakati dalam perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perusahaan dan kerusakan terjadi karena kesengajaan atau kelalaian berat pekerja. Namun, perusahaan harus berhati-hati dalam menerapkan kebijakan ini dan memastikan bahwa pemotongan gaji dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keadilan dan transparansi harus diutamakan untuk menjaga hubungan industrial yang harmonis.