Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena quiet quitting sudah semakin sering dibicarakan di dunia kerja.
Istilah ini mungkin bukan suatu hal yang positif di perusahaan, karena dampaknya cukup memberikan penekanan dalam produktivitas kerja.
Kenapa bisa seperti itu? Hal ini bisa terjadi karena fenomena ini merupakan tindakan yang dihasilkan dari bentuk pekerjaan dari para karyawan.
Penasaran tentang pengertian lengkapnya? Ayo simak penjelasan lengkap seputar fenomena quiet quitting di bawah ini!
Table of Contents
Apa Itu Fenomena Quiet Quitting?
Pengertian dari Quiet quitting pada dasarnya tidak seputar pengunduran diri karyawan pada sebuah pekerjaan di perusahaan.
Sebaliknya, ini adalah kondisi di mana karyawan bekerja hanya pada level yang diperlukan, dan tidak berusaha untuk lebih berkontribusi atau berpartisipasi aktif dalam aktivitas di luar jam kerja mereka.
Fenomena ini biasanya timbul dari perasaan apatis terhadap pekerjaan, meskipun karyawan tersebut masih bekerja secara fisik di tempat kerja.
Karyawan yang terjebak dalam fenomena quiet quitting, sering kali berasal dari karyawan yang merasa tidak dihargai dan tidak memiliki peluang untuk berkembang di tempat kerjanya.
Mereka merasa bahwa pekerjaan mereka hanya menuntut untuk memenuhi kewajiban tanpa ada imbalan yang sesuai.
Oleh karena itu, quiet quitting ini bukan hanya masalah individu. Tetapi masalah yang dapat mempengaruhi budaya dan kinerja perusahaan secara keseluruhan.
Penyebab Utama Fenomena Quiet Quitting
Fenomena quiet quitting ini tentu tidak akan menyelimuti perasaan karyawan jika tidak berdasarkan pengalaman kerja mereka.
Secara logikanya, kondisi lingkungan kerja merupakan penyebab yang akan membangun kebiasaan karyawan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari.
Namun selain lingkungan kerja, terdapat beberapa faktor penyebab utama yang mendorong karyawan untuk terlibat dalam quiet quitting.
Berikut adalah beberapa penyebab tersebut!
1. Kelelahan Berkerja(Burnout)
Salah satu alasan paling umum mengapa karyawan mulai melakukan quiet quitting adalah kelelahan atau burnout saat berkerja.
Jika karyawan merasa terbebani dengan terlalu banyak tugas atau tekanan yang berlebihan. Mereka cenderung kehilangan motivasi dan merasa tidak ingin memberikan lebih dari yang diminta.
Ditambah lagi jika karyawan tidak mendapatkan dukungan yang cukup dari perusahaan. Semua kelelahan tersebut akhirnya berdampak pada kualitas pekerjaan dan produktivitas secara keseluruhan.
2. Kurangnya Penghargaan dan Pengakuan
Ketika karyawan merasa bahwa usaha ekstra, namun perusahaan tidak menghargai semua hal yang sudah mereka lakukan.
Maka motivasi karyawan untuk bekerja lebih keras mungkin akan hilang dimakan oleh waktu dan kekecewaan.
Meskipun terdengar simpel, tetapi sebuah penghargaan dan pengakuan adalah faktor kunci yang memengaruhi semangat kerja karyawan.
Jika perusahaan tidak mengapresiasi kontribusi mereka, karyawan bisa merasa apatis dan hanya melakukan pekerjaan yang minimal di kesempatan lainnya.
3. Kurangnya Kesempatan Pengembangan Karir
Hampir semua karyawan yang berkerja di perusahaan pasti memiliki rencana karir dan target yang sudah disusun dari awal mereka masuk.
Pengembangan karir inilah yang membuat mereka berusaha semaksimal mungkin dalam menjalani tugas pada pekerjaannya.
Namun, jika karyawan merasa tidak ada peluang untuk maju. Mereka mungkin akan langsung kehilangan motivasi saat berkerja di perusahaannya.
Rasa kecewa inilah yang menjadi penyebab utama karyawan merasa terjebak dalam quiet quitting dan memilih berkerja santai di setiap periodenya.
4. Kualitas Kepemimpinan yang Buruk
Fenomena quiet quitting tidak hanya terjadi karena pola pikir karyawan saja. Kepemimpinan yang buruk juga sering kali menjadi salah satu penyebab karyawan melakukan quiet quitting.
Jika pemimpin tidak dapat memberikan arahan yang jelas, karyawan mungkin akan merasa bingung untuk mengembangkan ide dalam pekerjaannya.
Selain itu, pemimpin yang tidak mendengarkan keluhan atau kebutuhan karyawan juga akan menjadi penyebab turunnya semangat kerja tim.
Karyawan akan merasa bahwa pimpinannya tidak memberikan dukungan yang cukup, sehingga mereka juga tidak ingin berkerja ekstra untuk timnya.
Cara Menghadapi Fenomena Quiet Quitting
Setelah mengetahui penyebab utama dari quiet quitting, maka perusahaan bisa mengambil tindakan perbaikan lebih baik untuk lingkungankerjanya.
Untuk mengurangi atau mengatasi fenomena quiet quitting, perusahaan perlu melakukan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan
Berikut adalah gambaran langkah-langkah yang dapat diambil perusahaan untuk mencegah fenomena quiet quitting ini!
1. Menciptakan Komunikasi Terbuka dan Transparan
Salah satu cara terbaik untuk mencegah quiet quitting adalah dengan membangun komunikasi yang terbuka antara manajemen dan karyawan.
Perusahaan harus memberi ruang bagi karyawan untuk berbicara tentang tantangan yang mereka hadapi. Perusahaan juga harus mendengarkan masukan serta umpan balik mereka.
Melalui komunikasi yang terbuka, perusahaan dapat mengidentifikasi masalah lebih awal dan memberikan solusi yang sesuai.
2. Memberikan Penghargaan dan Pengakuan
Penghargaan yang memadai, akan sangat berharga bagi setiap usaha yang diberikan karyawan. Kegiatan ini juga dapat meningkatkan semangat karyawan.
Penghargaan ini tidak harus selalu berbentuk finansial, tetapi bisa berupa pengakuan atas pencapaian atau kontribusi mereka.
Misalnya, memberikan pengakuan dalam rapat atau memberi peluang untuk proyek yang lebih menarik. Hal ini memberi pesan bahwa kontribusi mereka dihargai dan diakui.
3. Menawarkan Kesempatan Pengembangan Karir
Karyawan yang merasa memiliki kesempatan untuk berkembang, sering kali akan lebih termotivasi untuk berkontribusi lebih banyak.
Perusahaan bisa merancang program pelatihan dan pengembangan untuk karyawan. Perusahaan juga harus siap membuka peluang promosi bagi seluruh karyawan yang berkerja dengan baik.
Peluang promosi ini akan mengurangi rasa stagnasi yang dapat menyebabkan fenomena quiet quitting di lingkungan kerja.
4. Mengurangi Beban Kerja yang Berlebihan
Jika beban kerja karyawan terlalu tinggi, maka perusahaan harus siap memberikan dukungan yang cukup untuk penyelesaiannya.
Namun jika perusahaan tidak memberikan dukungan apapun, karyawan akan terbebani dan mungkin terjebak dalam quiet quitting.
Oleh karena itu, memastikan karyawan memiliki keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi sangat penting untuk mencegah burnout dan menjaga motivasi mereka.
5. Meningkatkan Kualitas Kepemimpinan
Kepemimpinan yang efektif adalah kunci untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan produktif.
Pemimpin yang baik mampu memberi arah yang jelas, mendengarkan keluhan karyawan, dan memberikan dukungan yang dibutuhkan.
Pemimpin yang bisa menciptakan rasa kebersamaan dan rasa memiliki dalam tim akan sangat membantu dalam mengurangi fenomena quiet quitting.